Ke Adonara dan Solor, Yuk! - KORAN MARICA DESA KAYANG
Headlines News :

IKLAN

Home » » Ke Adonara dan Solor, Yuk!

Ke Adonara dan Solor, Yuk!

Written By MARICA DESA KAYANG on Minggu, 02 Februari 2014 | Minggu, Februari 02, 2014

Ke Adonara dan Solor, Yuk!
KORAN MARICA:-- Pagi hari di Pantai Palo, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Cuaca cerah, laut tenang. Pulau Adonara dan Pulau Solor terlihat di kejauhan. Seperti memanggil-manggil kami untuk datang.
Ah, kapan lagi bisa menginjakkan kaki di dua pulau itu! Kami lantas mendekati deretan perahu motor yang ditambatkan di Pantai Palo, mencari yang bersedia mengantar kami.
Berhitung dengan terbatasnya waktu, maka kami membagi dua kelompok. Satu rombongan menjelajah Adonara, rombongan lain menjelajah Solor. Kami siap berpetualang!

Perahu motor kami melaju cepat, membelah selat di antara Larantuka dan Adonara. Semakin ke tengah, alun kian kuat. Juru mudi bahkan memperlambat laju perahu motor, berhati-hati mengendalikan perahunya.
Ternyata kami sedang memasuki titik Gonsalu, wilayah perairan yang berbatasan dengan laut lepas, yang terkenal dengan arus kencangnya. Air laut biru pekat dengan gelombang yang berpusar membuat nyali ciut. Goyangan perahu dan cipratan air dari gelombang membuat kami terdiam.

Setelah berhasil menghindari beberapa pusaran air akhirnya sampai juga kami di Tanah Merah, Desa Wure, Kecamatan Adonara Barat. Kepala Desa Wure, Yosef Fernandez (43), yang sebelumnya sudah kami hubungi melalui telepon, telah menunggu.

Selamat datang
Setelah singgah sebentar di rumahnya, kami bergegas menuju Kapela Senhor. Tempat ibadah umat Katolik itu merupakan peninggalan sejarah yang dibangun pada 1556, saat Portugis masuk ke Flores Timur. Semula, Portugis mendarat di Pulau Solor sekitar tahun 1517, kemudian berlanjut ke Larantuka, baru Adonara.
"Letak bangunan kapela dulunya tidak di sini, tetapi sekitar 300 meter dari sini. Namun, karena sudah tua, bangunan lama hancur, lalu dipindah ke sini," kata Ketua Lembaga Pemangku Adat Desa Wure Anton Fernandez.

Setiap Jumat Agung, memperingati hari wafatnya Yesus Kristus, Larantuka ramai dikunjungi wisatawan yang melakukan ziarah rohani. Jumlah peziarah di Perayaan Semana Santa-yang sudah diperingati 5 abad ini di Flores Timur-bisa mencapai belasan ribu orang. Wure juga tak kalah padat dikunjungi peziarah dalam momentum tersebut.

Matahari mulai tinggi. Kami mengitari Pulau Adonara, yang luasnya 509 kilometer persegi dengan lokasi tertinggi 1.676 meter di atas permukaan laut. Jalannya tidak lebar. Setiap berpapasan, mobil harus berhenti di belokan ke arah semak-semak yang tumbuh liar di pinggir jalan.
Beruntungnya kami, tidak banyak kendaraan besar seperti truk. Tak terbayang jika kami mesti berpapasan dengan truk di mana kami harus berhenti agar tidak bersinggungan.
Adonara merupakan daerah yang unik. Dulunya wilayah Kerajaan. Namun, masyarakat lebih mengenal kerajaan lain di Flores Timur, yaitu Kerajaan Lohayong di Pulau Solor dan Kerajaan Larantuka di Flores daratan.

Sejarah lokal Adonara dari berbagai literatur tercatat dari abad ke-16, ketika para pedagang dan misionaris Portugis mendirikan pos di dekat Pulau Solor. Pada saat itu, Pulau Adonara dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi di antara penduduk pesisir yang dikenal sebagai Paji dan penduduk pegunungan yang disebut Demon.
Etnik Paji mudah menerima Islam, sedangkan Demon cenderung berada di bawah pengaruh Portugis. Wilayah Adonara milik Paji mencakup tiga kerajaan, yaitu Adonara (berpusat di pantai utara pulau), Terong, dan Lamahala (di pantai Selatan).

Di Adonara, banyak kebun kelapa dan kebun jambu mete. Sesekali ada kebun kemiri dan kakao. Suasana yang sulit kami temui di tengah kota. Satu kejutan kami jumpai di puncak bukit. Ada Danau Kota Kaya yang indah dan reruntuhan benteng Portugis.
Setelah berkeliling, kami memutuskan untuk kembali ke Pelabuhan Tobi Lota, Kecamatan Wotanulumado. Kami sedikit terburu-buru mengejar waktu agar tidak terlalu malam. Sebab, kami masih harus menyeberang ke Pantai Palo di Larantuka.
Hari semakin gelap. Sepanjang jalan di kawasan Wotanulumado semakin temaram, tak ada penerangan jalan umum. Hanya kerlip cahaya lampu dari rumah penduduk di kejauhan, yang menemani perjalanan kami.

Solor
Tak satu pun dari kami yang pernah menginjakkan kaki di Pulau Solor. Namun, benteng Lohayong-yang kami baca di literatur pada situs pencari di internet-seolah menarik-narik kami. Bermodal semangat bertualang dan rasa ingin tahu, kami meluncur ke Pulau Solor menggunakan perahu motor.
Benteng Lohayong rupanya berada di titik tertinggi Pulau Solor. Menurut Abdullah Ali, kepala adat Desa Lohayong, berdasarkan cerita yang ia dapat secara turun-temurun, benteng itu digunakan Portugis untuk memantau sekeliling Pulau Solor.

Benteng yang dibangun sekitar tahun 1555 itu menjadi salah satu peninggalan bersejarah yang menceritakan kehadiran awal bangsa Portugal di Pulau Flores.
Berdasarkan literatur, antropolog Jerman Paul Arndt menyebutkan bahwa benteng itu dibangun tahun 1555-1603. Pembangunannya dilakukan pada masa Raja Portugis, Henricus XVII.

Namun, sekitar tahun 1600, Portugis meninggalkan benteng itu akibat gesekan dengan masyarakat sekitar benteng. Sebagian pindah ke Larantuka, sebagian lagi ke Sikka. Kedua daerah itu ada di Pulau Flores.
Jika diikuti alurnya, Benteng Lohayong berbentuk lingkaran. Sebagian sudah hancur, tetapi sebagian lainnya masih utuh. Di tengah benteng ada tiga rumah adat, yang masing-masing ditinggali perwakilan unsurnya. Belatena mewakili unsur pemerintah, belatana mewakili unsur adat, dan imam progeng mewakili unsur keagamaan.

Kerabat kami, Udin Abbas, sudah menyiapkan jagung titi dan ikan laut goreng sebagai makan siang kami. Jagung titi adalah jagung yang digoreng, kemudian dipipihkan dengan cara ditumbuk.
Bagi kami, makan jagung titi adalah pengalaman pertama. Rasanya yang tidak pernah kami kenal sebelumnya rupanya membuat kami ketagihan. Apalagi, ikan gorengnya segar, baru saja ditangkap dari laut.

Sejatinya, Pulau Solor indah. Di beberapa tempat, ada dinding batu yang menjorok ke laut. Di tempat lain, hamparan pasir putih di pantai yang belum terjamah turis, sungguh menarik.
Petualangan singkat kami ke Solor dan Adonara membuat kami tercenung.
Dua pulau itu hanya sebagian kecil dari pulau-pulau di Indonesia, yang untuk menjangkaunya harus menggunakan akses transportasi laut. Bagaimana dengan pulau-pulau lain yang terpencar jauhnya? (Samuel Oktora dan Gatot Widakdo)
Editor: alfred_dama
Sumber: Kompas.com
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

KORAN MARICA

Blogroll

 
Support : Creating Website | Marica Desa Kayang | Marica Bisa
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. KORAN MARICA DESA KAYANG - All Rights Reserved
Template Design by Marica Desa Kayang Published by KORAN MARICA