Mengembalikan Kemuliaan Politik - KORAN MARICA DESA KAYANG
Headlines News :

IKLAN

Home » » Mengembalikan Kemuliaan Politik

Mengembalikan Kemuliaan Politik

Written By MARICA DESA KAYANG on Selasa, 12 November 2013 | Selasa, November 12, 2013


Oleh Dony Kleden
Antropolog, Tinggal di Sumba
SIAPA bilang politik itu kotor? Pertanyaan semacam ini mendulang jawab yang  berbeda didasarkan pada sense data masing-masing. Namun di balik pertayaan ini, sebenaranya tersirat aneka keprihatinan di balik kinerja poitik kita yang dirasa terus saja mendera kebersamaan.
 
Politik Itu Mulia          
Filsuf Plato dalam ajarannya politiknya menganjurkan supaya seorang pemimpin politik harus dari kalangan seorang filsuf. Pertimbangan di balik gagasannya ini yakni bahwa  seorang filsuf itu selalu berpikir maju, jernih, dan tidak mudah diintervensi dan dengan demikian ia dapat mengambil keputusan-keputusan dengan bijasana. Kebijaksanaan tidak bisa begitu saja diapkir dari dunia politik. Dengan bermodalkan kebijaksanaan dalam politik, filsuf Plato membidik sosok politisi yang mau memahami keadaan konteks dan bertindak berdasarakan data. Bagi Plato politik itu sangat mulia karena kandungan politik itu selalu untuk kebaikan bersama. Maka seorang politisi adalah seorang pahlwan atau martir besar karena perjuangannya untuk kebaikan bersma.
Aristoteles dalam nada yang sama mengatakan bahwa politik adalah zooon politikon: demi kesejahteraana bersama. Dengan demikian politik sendiri adalah cerminan dari sikap solidaritas yang membuat orang mau berkumpul dan hidup bersama. Bidikan dari zoon politikon adalah kebahagiaan kolektif. Begitu mulianya politik itu sampai-sampai Aristoteles dalam kekagumannya mengatakan bahwa politik adalah seni  tertinggi untuk menggapai kebaikan bersama  sebagai sebuah negara (comoon and highest good). Dalam  Nicomachen Ethics,  mengatakan bahwa  semua ilmu lain mengabdi dan dikondisikan oleh ilmu politik. Semua ilmu lain bisa bergerak dan bertumbuh kalau ilmu politik  bekerja secara maksimal  dan memberi kemungkinan bagi yang lain untuk berperan serta.
 
Politik Untuk Rakyat
Jadi kemuliaan politik  sebenarnya terletak pada keberpihakannya untuk rakyat. Tokoh Nelson Mandela telah menjadi ikon bukan hanya untuk rakyat Afrika Selatan, tetapi juga untuk semua orang yang merindukan figur seorang pemimpin yang berpihak pada rakyat. Ia telah mendapat tempat di hati rakyat Afrika Selatan. Sepanjang pemerintahannya ia tunduk pada kepentingan rakyat demi menjunjung tinggi semangat demokrasi yang menjadi simpul dari pencapaian kesejahteraan.  Demikian pun  Presiden Bolivia, Evo Morales yanga memahami politik sebagai ilmu melayani rakyat dan bukan hidup dari rakyat.
Di tanah air kita Indonesia, Bung Hatta telah menjadi inspirasi bagi para politisi yang mau berpihak  pada rakyat, bukan  pada diri, kelompok atau golongan tertentu saja. Komitmennya  untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang mengutamakan rakyat menjadikannya sebagai pemimpin  dan pahlawan yang besar dalam sejarah Indonesia. Ia mundur  dari wakil presiden ketika ia merasa bahwa posisi itu tidak  membuatnya mampu menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bung Hatta telah mewariskan kemuliaan politik dalam memperjuangkan  kesejahteraan kolektif.
Baik Nelson Mandela, Evo Morales maupun Bung Hatta adalah figur pemimpin yang tau diri. Mereka tahu bahwa posisi yang dimiliki bukanlah sebuah kesempatan untuk menggapai cita-cita dan ambisi pribadi. Mereka adalah pemimpin yang  punya prinsip, yang teguh dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Politik bagi mereka adalah melayani rakyat. Rakyat adalah kata kunci dalam politik itu sendiri. Sanggupkah para politisi kita menghadirkan menghadirkan Nelson Mandela dan Bung Hatta dalam politiknya sehingga rakyat tidak hanya terus mencercah  para politisi sebagai yang anarki tetapi pada akhirnya  juga bisa percaya dan menyanjung para politisi yang tahu dan menjawab situasi negara kita ini?
Mendera Politik
Mengapa kemuliaan politik seringkali didera oleh keberingasan dan kediktatoran  politisi sehingga kadang terasa kehilangan auranya? Kalau pertanyaan ini diajukan kepada Nicololo Machiavelli, dia akan mengatakan bahwa itu demi kestabilan negara. Maka apa pun yang dilakukan seorang poitisi atau penguasa sejauh itu demi keamanan dan kestabilan negara, kendati itu mengorbankan banyak hal termasuk nyawa, masih bisa dibenarkan dan tidak imoral. Machiavelli menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan.
Lain halnya bagi  Alexander Solzhenitsyn. Bagi Solzhenitsyn, politik tidak bisa dilepaskan dari kerangka  dan acuan moral. Bagi Solzhenitsyn, politik tanpa moral adalah malah petaka. Lebih lanjut Solzhenitsyn mengatakan bahwa `jika negara, politik dan partai politik tidak berpangkal pada moralitas, maka umat manusaia tidak mempunyai masa depan untuk dibicarakan. Politik harus hidup dan dituntun oleh petunjuk moral sehingga tidak terjebak dalam tirani yang membenarkan dirinya sendiri (self-justification).
"Political horror" ala Machiavelli bukan Cuma kisah masa lalu, tetapi juga telah menjadi fenomena politik masa kini. Bangsa Indonesia juga terjebak dalam political horror ala Machiavelli, bahkan lebih para, dan ini muncul dalam berbagai cara dan bentuk. Intinya bahwa kemuliaan politik kini sudah didera oleh para politisi yang boleh kita katakan rakus dan tamak serta haus akan kuasa. Kemuliaan politik kini dinistai dan panggung politik sendiri kini menjadi arena para gladiator politik. Politik yang sejatinya adalah tempat memperjuangkan kesejahteraan bersama berubah menjadi bringas, tempat balas dendam dan mencari popularitas serta kekayaan.
Merupakan cambuk bagi politisi Indonesia untuk terus belajar dan bercermin pada para politisi sejati seperti; Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Evo Morales dan Muhamad Hatta. Mereka adalah sosok politisi yang menghayati arena dan panggung politik sebagai tempat yang mulia  untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.  Principes et senatores discite exemplum populorum. Et agite pro republica populorum (Para pemimpin dan wakil rakyat, belajarlah dari teladan rakyat dan bekerjalah demi kepentingan rakyat). *
Editor: agustinus_sape
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

KORAN MARICA

Blogroll

 
Support : Creating Website | Marica Desa Kayang | Marica Bisa
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. KORAN MARICA DESA KAYANG - All Rights Reserved
Template Design by Marica Desa Kayang Published by KORAN MARICA