Terpuruk Nasib Rakyat,Tak Ada Anggota DPRD Alor Yang Memikirkannya - KORAN MARICA DESA KAYANG
Headlines News :

IKLAN

Home » » Terpuruk Nasib Rakyat,Tak Ada Anggota DPRD Alor Yang Memikirkannya

Terpuruk Nasib Rakyat,Tak Ada Anggota DPRD Alor Yang Memikirkannya

Written By MARICA DESA KAYANG on Sabtu, 26 Januari 2013 | Sabtu, Januari 26, 2013


Ustad Abdullah Rahman Shaleh, SS
Kalabahi ON-Ibarat anjing menggonggong kavila terus berlalu. Pepata ini pantas dilamatkan kepada gaya hidup anggota DPRD Kabupaten Alor saat ini. Meski nasib rakyat yang mereka wakili makin hari makin terpuruk karena dililit berbagai kesulitan hidup, para anggota dewan justru hidup diatas kemewahan. “Tidak ada anggota dewan yang memikirkan nasib dan hak-hak rakyat yang kian terpuruk di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial saat ini. Mereka lebih mementingkan kepentingan dan nasib diri mereka sendiri,” ungkap salah seorang tokoh agama muda di Kalabahi, Ustad Abdullah Rahman Shaleh, SS kepada Moris Weni dari Ombay News di kediamannya, Rabu satu pekan silam. Pernyataan ini menurut Shaleh sudah ia sampaikan ketika tampil sebagai pengkhotbah dihadapan umat muslim pada hari raya iedul qurban 10 Zdulhijjah 1433 H pada tanggal 26 Oktober 2012 silam di lapangan mini Kalabahi. Menanggapi pertanyaan ON, Shaleh kemudian menyerahkan khotbah tertulis kepada ON sembari menyarankan agar memberitakan materi khotbah melalui media ini. Sebagai mukmin sejati demikian Shale dalam khotbah kala itu, kita mesti mampu menampakkan nilai-nilai pencerahan dan kasih sayang dalam kehidupan bermasyarakat dibarengi dengan pengorbanan dan pengabdian, bukan pengharapan dan pengaduan. Jika seseorang mengerjakan sesuatu lalu mengharapkan pujian dari orang lain disekitarnya, maka ia akan merasakan seperti yang dialami Qabil. Ia (Qabil) berharap agar qurban yang ia keluarkan itu mendapat pujian dari ayahnya. Namun sayang, ia justru tidak mendapatkan pujian dari siapa-siapa, melainkan mendapatkan teguran dari Allah melalui saudara kandungnya Habil. Sebagaimana dialog Qabil dan Habil dijelaskan Allah dalam al-qur’an, (QS. Al-Maaidah : 27). Maka diterimalah Qurbannya Habil dan tidak diterima qurbannya Qabil.. Karena Qabil tahu bahwa buah-buahan hasil pertanian yang ia serahkan untuk menjadi Qurban itu tidak diterima oleh Allah, melalui informasi yang ia dengar langsung dari saudaranya, “Habil berkata kepada Qabil, bahwa sesungguhnya Allah hanya menerima qurban (yang baik-baik) dari orang-orang yang bertakwa", maka Qabil marah besar dan hendak membunuh Habil. Qabil berkata kepada saudaranya Habil, "Aku pasti membunuhmu!", maka Habil dengan tenang menjawab ancaman Qabil itu, sebagaimana dipaparkan Allah berikut ini ; "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." (QS.5: 28). Demikianlah dialog antara Habil dan Qabil yang diukir dalam sjearah al-Qur'anulkarim. Dari ayat diatas jelas Shale, dapat dilihat peran Habil adalah tokoh yang mau dan rela mengorbankan apa saja yang ia miliki untuk dipersembahkan kepada Allah. Karena ia sadar bahwa segala yang ia miliki adalah pemberian dari Allah. maka ketika diperintahkan untuk disalurkan sebagai wujud pengabdiannya kepada Allah, maka ia pun dengan ikhlas memberikan yang terbaik. Walau ia tahu bahwa dirinya dalam keadaan terancam karena perbuatan baik yang ia lakukan. Karena ia percaya dengan keimanan yang mantap bahwa ia akan disambut oleh Allah dalam keadaan husnul khatimah. Ia mati dengan membawa pengorbanan yang kaaffah. Sedangkan Qabil dalam ayat ini adalah tokoh antagonis yang super egois. Ia (Qabil) melakukan tindakan yang sangat egois. Perangainya keras, namun ia-pun sangat membutuhkan perhatian yang lebih serta mengharapkan materi yang berlimpah. Dengan keegoisannya itulah ia (Qabil) tidak lagi memikirkan nasib saudara kandungnya. Hingga pada akhirnya nyawa Habil-lah menjadi taruhan kebengisan dan keegoisannya itu. Dan terkadang sifat egois inilah yang menurut Shale, kemudian membuat orang menutup mata zdahir dan mata bathinnya. Tidak memperdulikan orang lain lapar atau kenyang. Tidak pula menghiraukan orang lain hidupnya sejahtera atau teritndas dan sengsara, yang penting ia selamat dan menikmati hidup secara berkelimpahan. Karena keegoisannya itulah, ia kemudian menciptakan cara baru untuk mendapatkan apa saja yang ia inginkan, baik perorangan ataupun secara berkelompok dan berjamaah. Shale menegaskan, sifat egois mau menang sendiri inilah, kini dimainkan secara tidak bijak oleh para penguasa dan para elit politik di negeri ini, termasuk di Kabupaten Alor tercinta ini. Melihat kondisi sebagian besar masyarakat Alor yang hidup dalam keterpurukan, namun mereka (para elite politik) yang merupakan representatif dari masyarakat Alor, lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka dengan meminta pemerintah meningkatkan biaya tunjangan rumah bagi para anggota dewan terhormat di Kabupaten Alor. Mereka menuntut setiap anggota dewan diberi jatah oleh pemerintah kabupaten Alor sebesar Rp. 5 juta/anggota dewan/bulan. “Jika diakumulasikan dalam satu Tahun Anggaran, jumlah dana APBD Kabupaten Alor yang dikucurkan hanya untuk tunjangan rumah bagi 24 orang anggota dewan saja sebesar Rp. 1.440.000.000. Sekali lagi itu baru tunjangan rumah, belum lagi yang lainnya,” tandasnya. Menariknya demikian Shale, pemerintah pusat saat ini melalui Kementerian Perumahan Rakyat RI, mencari solusi bagaimana caranya agar masyarakat di kabupaten Alor ini mendapatkan bantuan rumah layak huni bagi MBR melalui APBN-/APBN-P. “Di Alor justru DPRD yang wakil rakyat justru menuntut agar rumah pribadi yang mereka huni saat ini harus dihargai pemerintah dengan nilai yang cukup besar dari dana APBD,” ungkapnya. Dalam pandangannya terang Shaleh, hati dan pikiran anggota DPRD Alor saat ini tidak semulia Presiden Uruguway (Jose Mujica) yang mempersembahkan 90% dari gajinya tiap bulan kepada lembaga amal sosial untuk disalurkan kepada rakyat dan masyarakat miskin yang dipimpinnya saat itu. Dia hanya mengambil 10% dari gajinya yang dialokasikan sebesar US$ 12.500 (sekitar Rp. 119 juta) /bulan. Menurutnya, sikap Presiden Uruguway ini justru berbanding terbalik dengan para pemimpin dan elit politik kita dinegeri ini. Mereka justru meminta dinaikkan tunjangan rumahnya yang diduga “syarat” dengan muatan politik itu. Secara sadar ataupun tidak, bahwa yang mereka lakukan itu adalah pembodohan terhadap rakyat dan korupsi terselubung yang dikemas dalam hak budged para elit politik di negeri ini. Ditambahkannya, banyak sekali keganjilan-keganjilan yang berkembang di negeri dan daerah ini yang menabrak logika sehat kita dan itu sudah menjadi rahasia umum. Terlebih lagi, budaya korupsi menjadi bagian yang paling sulit untuk dipindah-tangankan dari kehidupan para pemimpin dan elit politik bangsa ini. Nilai-nilai religius ternyata hanya bergaung dan berkumandang di podium-podium masjid. Seruan dari atas mimbar hanya sekedar mampir ke dinding-dinding masjid. Seolah tak bergema sama sekali di telinga mereka. Tidak juga hati mereka yang korup memandang iba kepada rakyat yang kian kekurangan gizi dan nutrisi. Dia menegaskan, korupsi masih ‘hot’ menjadi lahan garapan basah yang selalu diidam-idamkan oleh mereka yang memang hobi dengan skandal itu. Sogok masih menjadi santapan lezzat para pemangku kebijakan. Prestasi mudah dicapai dengan jalan pintas hanya dengan uang, namun dibalik itu pembodohan terhadap generasi terus mengalir deras tiada henti di balik kursi meja belajar dan ruang pemeriksaan soal-soal ujian negara. Hukum diperjual belikan dengan gampang di pasar-pasar konglomerat dan berbagai dosa struktural dilakukan secara massif. Sungguh ironi memang. Mengenai kasus korupsi misalnya, baik yang terselubung ataupun korupsi terang-terangan yang kini tengah melanda bangsa kita Indonesia tercinta. Baik dilakukan oleh perorangan, maupun secara berkelompok dan berjamaah. Pemberantasan korupsi kata Shaleh, haruslah menjadi agenda utama dan penting yang perlu ditegakkan oleh para pemimpin di era reformasi sekarang ini. Khususnya di Kabupaten Alor, jika masih ada pemimpin yang merasa sudah tidak mampu lagi memimpin rakyat di daerah ini. Atau tidak sanggup lagi mengelola anggaran daerah, dan bahkan menyandang predikat disclaimer of opinion dalam artian bahwa tidak dapat mempertanggungjwabkan lagi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setiap tahunnya dihadapan Badan Pemeriksa Keuangan, maka lebih terhormat dan akan lebih mulia meminta kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah agar mengundurkan diri sedini mungkin. (***)oktotefi

sumber : ombay news

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

KORAN MARICA

Blogroll

 
Support : Creating Website | Marica Desa Kayang | Marica Bisa
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. KORAN MARICA DESA KAYANG - All Rights Reserved
Template Design by Marica Desa Kayang Published by KORAN MARICA