Proses Hukum Penyerang LP Cebongan Panglima TNI "Ngotot" Pengadilan Militer - KORAN MARICA DESA KAYANG
Headlines News :

IKLAN

Home » » Proses Hukum Penyerang LP Cebongan Panglima TNI "Ngotot" Pengadilan Militer

Proses Hukum Penyerang LP Cebongan Panglima TNI "Ngotot" Pengadilan Militer

Written By MARICA DESA KAYANG on Senin, 08 April 2013 | Senin, April 08, 2013

KORAN MARICA : JAKARTA, Kesebelas pelaku penembakan tahanan di Lapas Klas II B Cebongan, Sleman dipastikan bakal menjalani proses peradilan di pengadilan militer. Hal tersebut menimbulkan pro dan kontra terkait minimnya transparansi dari pihak TNI. 

Namun, Panglima TNI Agus Suhartono memastikan proses peradilan para tersangka kasus penembakan brutal tersebut bakal terbuka untuk umum.

"Begini, pengadilan militer itu semua terbuka, hanya kelihatannya kurang menarik bagi wartawan. Saya heran juga kenapa. Di Papua terbuka, nggak ada wartawan yang beritakan. Prinsipnya semua pengadilan militer terbuka untuk siapa saja, boleh diliput," ujar Panglima TNI Agus Suhartono saat ditemui di Hotel JS Luwansa, kemarin (8/4).

Ketika disinggung kemungkinan tersangka diadili di pengadilan umum, mantan KSAL itu menegaskan hal tersebut bertentangan dengan Undang Undang. Padahal, yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk mengeluarkan SK pelimpahan ke pengadilan umum. Namun, Agus tampaknya ngotot bahwa soal pelimpahan tersebut melanggar ketentuan yang berlaku.

"Kalau saya memandang Undang Undang mengamanatkan pada peradilan militer, ya saya ikutin peraturan perundangan saja yang ada. Undang-undangnya mengatur pengadilan militer (bukan umum). Nggak bisa (dilimpahkan ke pengadilan umum), melanggar Undang Undang itu. Nggak boleh, nggak boleh," tegasnya.

Agus melanjutkan, sebaiknya publik memberikan kepercayaan pada pengadilan militer untuk memproses kasus tersebut. Pada saat proses peradilan berjalan, publik bisa ikut memantau. "Mari kita awasi secara transparan dan tentu anggota yang bersalah akan dikenakan sanksi, yang tidak bersalah tidak dikenakan sanksi," kata Agus.

Soal kemungkinan keterlibatan pimpinan, Agus juga menegaskan yang bersangkutan juga akan ditindak. Pihaknya akan terus mengawal proses hukum kasus tersebut. "Kita ikuti proses hukum, manakala menyangkut para pimpinannya, pasti diteruskan. Tapi kalau tidak ya tidak. Evaluasinya sudah dilakukan. Yang jelas sanksi diterapkan sesuai kesalahannya di pengadilan militer," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Kontras, Imparsial dan Setara Institute serta para penggiat HAM menolak hasil investigasi yang dari tim 9 Mabes AD TNI yang menyebut bahwa peristiwa di Lapas Cebongan hanya balas dendam tanpa terencana sebelumnya oleh pihak Kopassus. Mereka juga menolak proses hukum terhadap 11 oknum anggota Kopassus itu dilakukan di Pengadilan Militer.

Disinggung soal mutasi Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso menjadi Staf di Mabes TNI AD, Agus mengatakan hal tersebut adalah biasa. Dia menekankan jika tidak hanya Hardiono yang terkena mutasi. Namun, dia tidak mengiyakan atau menyangkal jika hal tersebut berkaitan dengan kasus penembakan brutal tersebut.

"Namanya mutasi, mutasi biasa. Sama saja, SK yang kita buat selain beliau juga ada yang lainnya. Kalau dikaitkan dengan hal itu (kasus cebongan) ya sah-sah saja. Silahkan," imbuh dia.

Sebagaimana diketahui, Mabes TNI AD melantik Mayjen TNI Sunindyo menjadi Pangdam IV Diponegoro menggantikan Mayjen TNI Hardiono Saroso, Senin (8/4).
Acara Serah Terima Jabatan (sertijab) digelar secara tertutup di Mabes TNI AD, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. 

Sebelumnya, saat menjabat sebagai Panglima Kodam IV/ Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso membantah prajurit TNI terlibat penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3) dini hari yang menewaskan empat tahanan yang diduga terlibat pembunuhan anggota Kopasus TNI AD, Sertu Santoso.

Saat itu, Hardiono mengaku bertanggungjawab penuh dan meyakinkan publik bahwa tak ada anak buahnya yang melakukan penyerangan. Namun, 4 April lalu Mabes AD menyebut bahwa peristiwa itu dilakukan 11 oknum prajurit dari Grup II Kopassus Kandang Menjangan.

Panglima TNI menyatakan, apa yang disampaikan oleh Hardiono terdahulu itu hanya salah ucap. "Evaluasi sudah dilakukan, itu kan hanya kesalahan ucap yang belum didukung oleh fakta. Itu kesalahan bisa terjadi pada setiap manusia," kata Agus. 

Selain sertijab Pangdam IV/Diponegoro, Mabes Polri juga menggelar sertijab dan pelantikan Kapolda DI Yogyakarta yang baru, Brigjen Pol. Haka Astana. Astana menggantikan Brigjen Pol Sabar Raharjo.

Terkait penggantian ini, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengaku hanya mutasi biasa. Namun karena Polda DIY masih memiliki tugas menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan kasus penembakan di Lapas Cebongan, maka Kapolda yang baru harus kerja cepat.

"Saya kira itu harus diselesaikan dan kita kerjasama karena kan sudah ada di penyidik POM TNI, tentunya hasil yang ada di labfor, berkas penyelidikan kita serahkan kepada penyidik TNI," kata Timur Pradopo di Mabes Polri, kemarin (8/4).

Sementara itu, Kapolda DIY yang baru, Brigjen Haka Astana mengaku belum bisa berkomentar soal kasus Cebongan. Namun dia menyatakan siap melanjutkan pekerjaan Kapolda sebelumnya yang belum sempat diselesaikan.

"Saya kira belum sejauh itu ya, namun tugas-tugas yang belum sempat diselesaikan, saya berkewajiban menyelesaikan. Saya juga akan meminta backup Mabes Polri manakala saya sendiri tidak sanggup," ujar Haka Astana.

Sempat beredar dugaan bahwa Sabar dicopot dari jabatannya sebagai perwira polisi nomor satu di DIY karena terkait insiden penembakan empat tahanan di LP Cebongan oleh anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan. Namun hal ini kembali dibantahnya.

"Oh gak ada. Saya kira ini (mutasi) hal yang wajar sekali, saya di sana sudah 10 bulan. Artinya tepat pada waktunya," kata Sabar ditemui usai sertijabnya yang dilakukan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

Terkait kritik yang dialamatkan kepada dirinya dalam proses pemindahan empat tahanan Polda DIY ke Lapas Cebongan hingga akhirnya tewas diberondong peluru oknum Kopassus, Sabar menyikapinya biasa.

"Saya pindahkan tahanan itu hal yang biasa aja, gak ada hal yang sangat spesial. Kemarin statement saya juga itu hal yang biasa dilakukan," jawab Sabar.
Dia juga tidak mau menanggapi tudingan menyebut dirinya lalai karena terlambat menurunkan petugas penjagaan ke Lapas Cebongan. Sabar menyatakan, ada tidaknya kelalaian yang dia lakukan hanya atasannya yang bisa menilai.

Bahkan terkait komunikasi antara dirinya dengan Pangdam VI Diponegoro sebelum peristiwa penembakan di Lapas Cebongan oleh oknum Kopassus, diakuinya hanya komunikasi biasa membahas penanganan empat tersangka yang sudah dia lakukan dengan cepat.

Dia beralasan komunikasi itu dilakukan agar kasus seperti di OKU tidak terulang kembali. "Saya kan melihat kasus OKU itu, saya evaluasi OKU kurang cepat penanganannya. Anda bisa lihat sendiri, kita tidak sampai 24 jam, kecepatan tindakan saya itu yang saya komunikasikan. Jadi gak ada indikasi apa-apa," tegasnya.

Terkait pertemuan dengan petinggi TNI di Yogyakarta tanggal 19 Maret, diakui Sabar dengan menyebut, pertemuan itu memang terjadi dan dialah yang mengundang Danrem untuk bersama-sama menyaksikan rekaman cctv pengeroyokan Serka Heru di Hugos" Cafe. 

"Iya salah satunya itu, saya mengundang Danrem, untuk keterbukaan polisi melihat CCTV-nya kayak begini. Saya melihat CCTVsama-sama (dengan Danrem)," kata Sabar yang menolak disebut sebagai pihak yang dikorbankan dalam kasus Lapas Cebongan.

LPSK Lindungi 42 Saksi

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akhirnya menerima permohonan perlindungan terhadap 42 saksi dalam kasus penyerangan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta. "Kami telah memutuskan untuk melindungi 42 orang saksi dalam kasus penyerangan LP Cebongan dalam rapat paripurna hari ini," ungkap Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, Senin (8/4).

Dijelaskan Haris, 42 saksi itu di antaranya terdiri dari 31 tahanan Lapas Cebongan dan 11 sipir tahanan. Menurutnya, jumlah ini merupakan rekomendasi hasil investigasi yang dilakukan LPSK pekan lalu.

Kendati demikian, Haris Semendawai, menyatakan hari ini (9/4), LPSK akan menurunkan tim kembali untuk melakukan pendampingan terhadap para saksi tersebut. Haris menambahkan, Selasa (9/4), LPSK akan mendampingi pemeriksaan terhadap para saksi terlindungi. “Kita akan mendampingi,” kata Haris.

Menurut Haris, bentuk perlindungan yang akan diberikan LPSK terhadap para saksi adalah pemulihan psikologis, pendampingan dan perlindungan fisik jika diperlukan. Dia menambahkan, perlindungan fisik dengan para saksi yang berstatus tahanan akan dikoordinasikan dengan pihak Lapas.

“Sedangkan untuk saksi yang berstatus sipir akan langsung ditangani LPSK berupa pengamanan dan pengawalan,” kata Haris. LPSK, kata Haris berharap semua pihak dapat mendukung keputusan perlindungan ini. “Agar proses penegakan hukum yang dilaksanakan di Peradilan Militer lebih transparan dan memenuhi hak saksi dan korban,” kata Haris lagi.

Sementara, juru bicara LPSK, Maharani menambahkan, sampai saat ini belum teridentifikasi berapa jumlah saksi yang merupakan saksi kunci. Menurutnya, kategori saksi yang merupakan saksi kunci masih diidentifikasi penyidik. “LPSK belum peroleh datanya, nanti akan diidentifikasi juga saat pemeriksaan,” kata Maharani. (ken/boy/flo/fat/jpnn/aln)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

KORAN MARICA

Blogroll

 
Support : Creating Website | Marica Desa Kayang | Marica Bisa
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. KORAN MARICA DESA KAYANG - All Rights Reserved
Template Design by Marica Desa Kayang Published by KORAN MARICA